Selasa, 27 Oktober 2009

MODEL PEMBELAJARAN MULTIMEDIA INTERAKTIF RELATIVITAS KHUSUS UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA

Pendahuluan

Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dipicu oleh temuan di bidang fisika material melalui penemuan piranti mikroelektronik yang mampu memuat banyak informasi dengan ukuran sangat kecil. Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena alam, fisika juga memberikan pelajaran yang baik kepada manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam. Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan serta pengurangan dampak bencana alam tidak akan berjalan secara optimal tanpa pemahaman yang baik tentang fisika. Pembelajaran fisika dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai salah satu aspek penting kecakapan hidup (PermendiknasNo. 22 Tahun 2006).

Topik relativitas khusus merupakan salah satu materi yang diajarkan di SMA kelas XII semester 2. Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh guru fisika dalam pembelajaran teori relativitas khusus adalah penguasaan konsep yang dicapai siswa masih rendah. Menurut hasil penelitian Ding (2006) dalam Budiman (2008) tentang perbaikan pengajaran dan pembelajaran pada fisika modern dengan strategi kontemporer, konten dari fisika modern terdiri dari tiga bagian yaitu fisika kuantum, teori relativitas, dan fisika inti yang semuanya penuh dengan deengan konsep yang bersifat abstrak.

Berdasarkan studi pendahuluan diperoleh hasil bahwa pembelajaran topik relativitas khusus dilakukan oleh guru dengan metode ceramah, yang menyebabkan siswa sulit dalam memahami konsep-konsep relativitas khusus yang bersifat abstrak. Agar konsep-konsep relativitas khusus yang abstrak mudah dipahami oleh siswa perlu adanya inovasi-inovasi dalam pembelajaran fisika (Wiyono, 2008). Salah satu inovasi pembelajaran fisika yaitu dengan pengintegrasian teknologi informasi dan komunikasi dalam bentuk multimedia interaktif. Budiman (2008) telah melakukan penelitian yang hasilnya menyatakan bahwa konsep-konsep yang bersifat abstrak seperti dualisme gelombang partikel dapat dipahami oleh siswa dengan bantuan model pembelajaran multimedia interaktif.

Pada proses pembelajaran perlu dikembangkan keterampilan berpikir yang merupakan suatu aktivitas mental untuk memperoleh pengetahuan. Berdasarkan prosesnya berpikir dapat dikelompokkan kedalam berpikir dasar dan berpikir kompleks. Proses berpikir kompleks yang disebut berpikir tingkat tinggi mencakup empat macam, yaitu pemecahan masalah, pengambilan keputusan, berpikir kritis dan berpikir kreatif (Costa, 1985).

Keterampilan berpikir kritis termasuk salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi. Keterampilan berpikir kritis secara esensial merupakan keterampilan menyelesaikan masalah (problem solving). Menurut Ennis berpikir kritis adalah kemampuan bernalar dan berpikir reflektif yang diarahkan untuk memutuskan hal-hal yang meyakinkan untuk dilakukan (Costa 1985). Norris dan Ennis dalam Stiggin (1994) menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan berpikir masuk akal dan reflektif yang difokuskan pada pengambilan keputusan tentang apa yang dilakukan atau diyakini. Masuk akal berarti berpikir berdasarkan atas fakta-fakta untuk menghasilkan keputusan yang terbaik. Reflektif artinya mencari dengan sadar dan tegas kemungkinan solusi yang terbaik. Untuk dapat mengembangkan keterampilan berpikir kritis pada pembelajaran konsep-konsep fisika yang bersifat abstraks perlu bantuan teknologi informasi Teknologi informasi dalam pendidikan diaplikasikan dalam bentuk multimedia berupa perangkat lunak (software), yang memberikan fasilitas kepada siswa untuk mempelajari suatu materi. Penggunaan aplikasi multimedia dalam pembelajaran akan meningkatkan efisiensi, motivasi, serta memfasilitasi belajar aktif, belajar eksperimental, konsisten dengan belajar yang berpusat pada siswa, dan memandu pebelajar untuk belajar lebih baik.

Hasil-hasil penelitian yang relevan antara lain model pembelajaran hipermedia pada materi induksi magnetik dapat meningkatkan penguasaan konsep fisika dan dapat meningkatkan keterampilan generik sains guru serta memberikan tanggapan yang baik terhadap model pembelajaran hipermedia materi pokok induksi magnetik (Setiawan dkk, 2007). Model pembelajaran berbasis multimedia berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar fisika dengan rata-rata gain kelas eksperimen lebih unggul sebesar 4,73 terhadap rata-rata gain kelas kontrol sebesar 3,19. perbedaan tersebut signifikan pada taraf nyata 0,05 dengan probabilitas 0,00 dengan t­­hitung sebesar 4,064 yang lebih besar dibandingkan dengan ttabel sebesar 2,060 (Wiendartun dkk, 2007). Penggunaan Teknologi dalam pembelajaran fisika (Physics Education Technology/PhET) lebih produktif dibandingkan dengan metode tradisional seperti ceramah dan demonstrasi (Finkelstein, 2006). Simulasi PhET untuk mekanika kuantum membantu kesulitan mahasiswa memahami mekanika kuantum yang menurut mahasiswa sulit karena bersifat abstrak (McKagan, 2007). Penggunaan program fisika yang berbasis web secara signifikan efektif pada skor-skor perbedaan rata-rata pretest dan posttest FCI siswa sekolah menengah dan meningkatkan prestasi mereka dalam memahami konsep gaya dan gerak (Damirci, 2007).

Berdasarkan uraian di atas, maka dipandang perlu dilakukan suatu penelitian mengenai penggunaan model pembelajaran berbasis multimedia interaktif untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa SMA pada topik relativitas khusus. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagimanakah perbandingan peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa antara yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran fisika multimedia interaktif relativitas khusus dengan yang mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional?” Penelitian ini bertujuan untuk mengkontruksi model pembelajaran multimedia interaktif relativitas khusus dan menguji penggunaannya pada pembelajaran materi relativitas khusus di SMA untuk melihat efektivitasnya dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa SMA.

Metode dan Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen kuasi. Eksperimen kuasi digunakan untuk mengetahui perbandingan peningkatan penguasaan konsep, keterampilan generik sains dan berpikir kritis siswa yang menggunakan model pembelajaran multimedia interaktif relativitas khusus dengan model konvensional. Desain penelitian yang digunakan adalah nonequivalent control group design (Sugiyono, 2008). Instrumen yang digunakan yaitu (1) tes keterampilan generik sains yang berbentuk pilihan ganda, (2) angket untuk mengetahui tanggapan siswa dan guru. Pengolahan data dilakukan dengan menghitung skor gain ternormalisasi dan uji perbedaan dua rerata dengan menggunakan SPSS14, sedangkan data angket berupa skala kualitatif dikonversi menjadi skala kuantitatif.

Hasil dan Pembahasan

1. Peningkatan Keterampilan Berpikir Kritis Relativitas Khusus

Peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa dinilai dari jawaban tes awal dan tes akhir setelah mengikuti pembelajaran. Indikator keterampilan berpikir kritis yang diteliti meliputi mengidentifikasi hal yang relevan, mendefinisikan materi subyek, menggunakan strategi logis, menemukan persamaan dan perbedaan, melaporkan berdasarkan pengamatan. Hasil penilian keterampilan berpikir kritis berupa skor yang kemudian dihitung persentasenya.

Berdasarkan perolehan data skor rata-rata tes awal, tes akhir dan N-gain pada Tabel 4.3 diketahui bahwa skor rata-rata tes awal siswa kelas eksperimen sebesar 43,8 % dari skor ideal, sementara skor rata-rata tes awal siswa kelas kontrol sebesar 44,1 % dari skor ideal. Selanjutnya berdasarkan perolehan data skor rata-rata tes akhir pada kedua kelas diketahui bahwa skor rata-rata tes akhir kelas eksperimen sebesar 90,8 % dari skor ideal, sementara perolehan rata-rata skor tes akhir kelas kontrol sebesar 70,1 % dari skor ideal. Perolehan rata-rata N-gain untuk kelas eksperimen sebesar 0,85 dan kelas kontrol sebesar 0,45. Rata-rata N-gain untuk kelas eksperimen termasuk kategori tinggi dan rata-rata N-gain untuk kelas kontrol termasuk kategori sedang. Dengan demikian Rata-rata N-gain untuk kelas eksperimen lebih tinggi dari rata-rata N-gain kelas kontrol.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perolehan N-gain pada kelas eksperimen tertinggi terjadi pada indikator menemukan persamaan dan perbedaan yaitu sebesar 0,98 dengan kategori tinggi dan terendah terjadi pada indikator mendefinisikan materi subyek sebesar 0,40 dengan kategori sedang, sementara pada kelas kontrol N-gain tertinggi terjadi pada indikator melaporkan berdasarkan pengamatan yaitu sebesar 0,51 dengan kategori sedang dan terendah terjadi pada indikator menemukan persamaan dan perbedaan sebesar 0,10 dengan kategori rendah. Dari analisis dapat diketahui peningkatan N-gain berpikir kritis siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.

Berdasarkan persentase perolehan skor keterampilan berpikir kritis tes awal pada kelas eksperimen tertinggi terjadi pada indikator mendefinisikan materi subyek sebesar 63,5 % dan terendah terjadi pada indikator menggunakan strategi logis sebesar 25,0 % sedangkan pada kelas kontrol persentase perolehan skor tes awal tertinggi terjadi pada indikator mendefinisikan materi subyek sebesar 75,0 % dan terendah terjadi pada indikator menggunakan strategi logis sebesar 14,4 %.

Persentase perolehan skor peningkatan keterampilan berpikir kritis tes akhir pada kelas eksperimen tertinggi terjadi pada indikator menemukan persamaan dan perbedaan sebesar 98,7 % dan terendah terjadi pada indikator menggunakan strategi logis sebesar 85,6 % sedangkan pada kelas kontrol prosentase perolehan skor tes akhir tertinggi terjadi pada indikator mendefinisikan materi subyek sebesar 86,5 % dan terendah terjadi pada indikator menggunakan strategi logis sebesar 52,9 %. Dengan demikian persentase peningkatan keterampilan berpikir kritis setiap indikator setelah dilakukan tes akhir pada kelas eksperimen dan kelas kontrol mengalami peningkatan.

Uji normalitas distribusi data berpikir kritis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan dengan menggunakan One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test. Diperoleh hasil bahwa data berdistribusi normal pada signifikansi masing-masing 0,540 untuk kelas eksperimen dan 0,589 untuk kelas kontrol. Uji homogenitas varian data berpikir kritis siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan menggunakan Levene Tes (Test of Homogeneity of Variances) diperoleh hasil bahwa varian data homogen pada signifikansi 0,946. Setelah diperoleh data peningkatan keterampilan berpikir kritis berdistribusi normal dan homogen maka selanjutnya dilakukan uji statistik parametrik (uji t dengan α = 0,005). Dengan menggunakan Independent Samples Test diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara peningkatan keterampilan berpikir kritis kelas eksperimen dan kelas kontrol berdasarkan nilai t = 5,738. Berdasarkan analisis dari uji t dapat disimpulkan bahwa peningkatan keterampilan berpikir kritis kelas eksperimen lebih baik daripada peningkatan keterampilan berpikir kritis kelas kontrol.

Berdasarkan sebaran angket yang diberikan kepada guru, diketahui bahwa guru memberikan tanggapan baik terhadap model pembelajaran multimedia interaktif relativitas khusus. Model pembelajaran multimedia interaktif mempermudah guru dalam mengajarkan materi relativitas khusus yang bersifat abstrak serta dapat meningkatkan penguasaan konsep, keterampilan generik sains dan berpikir kritis siswa.

Berdasarkan sebaran angket yang diberikan kepada siswa, diketahui bahwa indikator yang menunjukkan perasaan senang terhadap fisika dengan multimedia interaktif, ketertarikan terhadap tampilan dan fasilitas dalam multimedia interaktif, kesungguhan dalam belajar topik relativitas khusus dengan multimedia interaktif dan kesungguhan dalam mengerjakan soal yang di berikan melalui multimedia interaktif semuanya menunjukkan prosentase yang tinggi.

Tanggapan baik yang dikemukakan oleh guru dan siswa disebabkan karena fungsi dari multimedia interaktif dalam dunia pendidikan, sebagai perangkat lunak (sofware) pembelajaran, yang memberikan fasilitas kepada siswa untuk mempelajari suatu materi. Multimedia memiliki keistimewaan diantaranya adalah (1) interaktif dengan memberikan kemudahan umpan balik; (2) kebebasan menentukan topik pembelajaran; (3) kontrol yang sistematis dalam proses belajar (Munir, 2008)

Kesimpulan

Peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa yang menggunakan model pembelajaran multimedia interaktif secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional. Rata-rata N-gain keterampilan berpikir kritis siswa kelas eksperimen 0,85 (kriteria tinggi) dan kelas kontrol 0,45 (kriteria sedang), menunjukkan bahwa penggunaan multimedia interaktif lebih efektif daripada pembelajaran konvensional. Peningkatan tertinggi keterampilan berpikir kritis kelas eksperimen sebesar 0,98 pada indikator menemukan persamaan dan perbedaan dan terendah sebesar 0,40 pada indikator mendefinisikan materi subyek. Guru dan siswa memberikan tanggapan baik terhadap model pembelajaran multimedia interaktif relativitas khusus. Berdasarkan hasil penelitian disarankan agar dilakukan penelitian tentang model pembelajaran multimedia interaktif lainnya terutama untuk materi-materi fisika modern yang jarang dilakukan eksperimen oleh guru fisika di SMA misalnya inti atom dan radioaktivitas